BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan proses manusia
dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman,
mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan (Hilgrad & Bower dalam
Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar juga merupakan proses berubahnya
tingkah laku yang relatif permanen yang disebabkan oleh interaksi dengan
lingkungannya. Proses belajar merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan,
sehingga sudah banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan
pandangan-pandangan mereka mengenai proses belajar tersebut.
Salah satu aliran yang mempunyai
pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran
psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan
unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan
aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat
sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang
kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat
mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan
mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Kendati pendekatan kognitif sering
dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun pandangan-pandangan kaum
behavioristik juga ada yang digunakan dalam pendekatan kognitif. Reinforcement,
misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam
pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang
reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan
perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement merupakan sebuah
sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah
perilaku diulang lagi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di
atas, penyajian makalah ini dirumuskan ke dalam beberapa pokok bahasan penting,
yakni:
1.
Apakah pengertian belajar
menurut Teori Kognitif?
2.
Aplikasi Teori Belajar Kognitif
dan Pemprosesan Informasi dalam Desain Pesan Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Belajar Menurut
Teori Kognitif
Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan
seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan
makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan
faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan
dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang
(background knowledge) berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor
internal). Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar
dan lebih memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat
kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut
teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada soal
bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53).
Banyak ahli telah memberikan
pandangan menganai Teori Kognitif. Berikut ini beberapa pengertian teori
belajar menurut para tokoh aliran kognitif:
1)
Teori Belajar menurut Piaget
Piaget adalah tokoh psikologi
kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar
kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan makin meningkat kemampuannya (Asri, 2005:35). Proses peningkatan
kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses adaptasi
mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Tahap asimilasi adalah proses penerimaan informasi baru dan kemudian
disesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing
pebelajar. Proses akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang
sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi
akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang
dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus
disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses
yang berkesinambungan antara proses similasi dan akomodasi. Proses ini akan
menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan pebelajar akan dapat terus
mengembangkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang
dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu
sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis. Seseorang harus melalui urutan
tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu (Asri,
2005 :37):
a.
Tahap sensorimotor (umur 0-2
tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak
dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana seperti:
-
mencari rangsanganmelalui sinar
lampu
-
suka memperhatikan sesuatu
lebih lama
-
memperhatikan objek sebagai hal
yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b.
Tahap preoperasional (umur
2-7/8 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu
menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana.
Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7
atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan
yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan
kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi
hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang
luas.
c.
Tahap operasional konkrit (umur
7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Anak telah memiliki kecapakan
berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit.
Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran
yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba dan
membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
“kemungkinan” dalam melakukan kegiatan.
d.
Tahap Operasional formal (umur
11/12-18 tahun)
Anak mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan
tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Semakin
tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang, akan semakin teratur dan semakin
abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
kognitif murid-muridnya agar dapat merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran yang sesuai.
2)
Teori Belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar,
Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.
Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner
berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang
menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan, yaitu:
a.
Tahap enaktif, yaitu seseorang
melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan.
b.
Tahap ikonik, seseorang
memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.
c.
Tahap simbolik, seseorang mampu
memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang dipengaruhi oelh kemampuan dalam
berbahasa dan logika.
Gagasan yang terkenal dari Bruner
adalah spiral curriculum, yaitu cara mengorganisasikan materi pelajaran dari
tingkat makro (secara umum) kemudian mulai mengajarkan materi yang sama dengan
cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner menjelaskan bahwa pembentukan
konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan yang berbeda. Dalam
pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam
pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk membentuk kategori-kategori baru.
Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki lima unsur, dan seseorang
dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep
itu, meliputi :
a.
Nama
b.
Contoh-contoh baik yang positif
maupun yang negatif
c.
Karakteristik, baik yang pokok
maupun tidak
d.
Rentangan karakteristik
e.
Kaidah
Menurut Bruner, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan
kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal
berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika,
biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep,
prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara
yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery
learning).
3)
Teori Belajar menurut Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama
ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal.
Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan
asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur
kognitif.
Advance organizers yang oleh Ausubel
merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang
pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, maka advance
organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta
hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
4)
Teori Belajar menurut Gagné
Menurut Robert M. Gagné belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru (Syaiful, 2007:17).
Gagné berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan
saja, namun juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia
yang terjadi setelah belajar secara terus menerus. Gagné berkeyakinan bahwa
belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya
saling berinteraksi. Komponen-komponen belajar dalam proses belajar menurut
Gagné merupakan situasi yang memberi stimulus yang menghasilkan respon, namun
di antara stimulus dan respon tersebut terdapat hubungan yang terjadi dalam
diri seseorang yang tidak dapat diamati.
Menurut Gagné ada tiga tahap dalam
belajar, yaitu:
a.
persiapan untuk belajar dengan
melakukan tindakan mengarahkan perhatian.
b.
pemerolehan dan unjuk perbuatan
untuk pembangkitan kembali, respon dan penguatan.
c.
alih belajar yaitu
pengisyaratan untuk memberlakukan secara umum.
Gagné mengemukakan pendapat mengenai
delapan tipe belajar dari yang paling sederhana sampai paling kompleks yang
disebut dengan Hirarkhi Belajar. Delapan tipe tersebut adalah :
a.
Signal learning
Signal learning merupakan tipe belajar dalam bentuk
pemberian respon terhadap tanda-tanda.
b.
Stimulus response learning
Dalam tipe ini respon diperkuat dengan adanya imbalan.
Dengan belajar tipe ini, seseorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam
bahasa asing.
c.
Chaining learning
Chaining learning terjadi jika terbentuk hubungan antara
beberapa stimulus-respon. Sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi.
Sebagai contohnya adalah setelah pulang kantor, ganti baju, makan, dan
sebagainya.
d.
Verbal association
Tipe ini bersifat asosiatif tingkat tinggi karena fungsi
nalar yang menentukan. Sebagai contohnya bila anak melihat gambar bentuk bujur
sangkar dan dia bisa mengatakan bahwa gambar tersebut adalah bujur sangkar.
e.
Discrimination learning
Tipe ini menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai
gejala seperti siswa bisa membedakan manusia satu dengan yang lain.
f.
Concept learning
Belajar konsep adalah corak belajar yang dilakukan
dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu
pada berbagai objek. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan manusia
menurut hubungan kekeluargaan, dll.
g.
Rule learning
Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan
sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan.
Misalnya, aturan seperti logam jika dipanaskan akan memuai, angin berhembus
dari daerah maksimum ke daerah minimum.
h.
Problem solving
Tipe belajar ini adalah yang paling kompleks. Dalam tipe
belajar ini diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu
yang lama.
5)
Teori Belajar menurut Gestalt
Berbeda dengan teori-teori yang
dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama Thordike, yang menganggap
bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt ini memandang
belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada
dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu
tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut
terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari
oleh tersebut. Oleh karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori
insight.
Proses belajar yang menggunakan
insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :
a)
Insight tergantung pada
kemampuan dasar.
b)
Insight tergantung kepada
pengalaman masa lampau yang relevan.
c)
Insight tergantung kepada
pengaturan situasi yang dihadapi.
d)
Insight didahului dengan
periode mencari dan mecoba-coba.
e)
Solusi problem dengan
menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara
berlangsung.
f)
Jika insight telah terbentuk,
maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat dipecahkan.
Konsepsi dasar mengenai struktur
kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam mengembangkan
teori-teori pembelajaran. Dari kelima tokoh aliran kognitif tersebut, beberapa
pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai
strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif,
dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng dalam Asri, 2005:46):
a)
Hirarkhi belajar
Dalam hirarkhi belajar, Gagné menekankan pada aspek
penataan urutan materi pelajaran dengan prasyarat belajar yang dituangkan dalam
struktur isi.
b)
Analisis Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi
bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Hubungan
ini memerikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar.
c)
Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan gagasan mengenai cara membuat
urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang
belajar, dengan mengurutkan materi dari umum ke rinci.
d)
Kurikulum spiral
Bruner memberikan gagasan mengenai kurikulum spiral yang
menyusun urutan pengajaran dari umum, kemudian mengajarkan isi yang sama dengan
cakupan lebih rinci.
e)
Teori skema
Teori ini memandang proses belajar sebagai perolehan
pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur
kognitif yang sudah ada.
f)
Webteaching
Webteaching merupakan suatu prosedur penataan urutan isi
bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur
pengetahuan yang telah dimiliki seseorang. Pengetahuan baru yang akan
dipelajari secara bertahap harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan
yang telah dimilikinya.
g)
Teori Elaborasi
Teori ini
mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran
yang sudah ada untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara
mengorganisasi pengajaran.
2.2. Aplikasi Teori Belajar
Kognitif dan Pemprosesan Informasi dalam Desain Pesan Pembelajaran.
Hakekat belajar menurut teori
kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan
penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran
tidak lagi mekanistik sebagaimana pada teori behavioristik namun dengan
memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Karakteristik dari proses belajar ini
adalah:
a.
Belajar merupakan proses
pembentukan makna berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interaksi
secara langsung dengan obyek.
b.
Belajar merupakan proses
pengembangan pemahaman dengan membuat pemahaman baru.
c.
Agar terjadi interaksi antara
anak dan obyek pengetahuan, maka guru harus menyesuaikan obyek dengan tingkat
pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
d.
Proses belajar harus dihadirkan
secara autentik dan alami. Anak dihadirkan dalam situasi obyek sesungguhnya dan
harus sesuai dengan perkembangan anak.
e.
Guru mendorong dan menerima
otonomi dan insiatif anak.
f.
Memberi kegiatan yang
menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
ide dan mengkomunikasikannya dengan orang lain.
g.
Guru menyusun tugas dengan
menggunakan terminologi kognitif yaitu meminta anak untuk mengklasifikasi,
menganalisa, memprediksi.
h.
Guru memberikan kesempatan
kepada anak untuk merespon proses pembelajaran.
i.
Guru memberi kesempatan
berpikir setelah memberi pertanyaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal
pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima,
menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada
beberapa kelompok penganut teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini
sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53. Menurut
Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Menurut Bruner
Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning,
ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Bruner berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat
Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan
kognitif
Aplikasi Teori Belajar Kognitif dan Pemprosesan
Informasi dalam Desain Pesan Pembelajaran Karakteristik dari proses belajar ini
adalah:
a.
Belajar merupakan proses
pembentukan makna berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interaksi
secara langsung dengan obyek.
b.
Belajar merupakan proses
pengembangan pemahaman dengan membuat pemahaman baru.
c.
Agar terjadi interaksi antara
anak dan obyek pengetahuan, maka guru harus menyesuaikan obyek dengan tingkat
pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
d.
Proses belajar harus dihadirkan
secara autentik dan alami. Anak dihadirkan dalam situasi obyek sesungguhnya dan
harus sesuai dengan perkembangan anak.
e.
Guru mendorong dan menerima
otonomi dan insiatif anak.
f.
Memberi kegiatan yang
menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
ide dan mengkomunikasikannya dengan orang lain.
g.
Guru menyusun tugas dengan
menggunakan terminologi kognitif yaitu meminta anak untuk mengklasifikasi,
menganalisa, memprediksi.
h.
Guru memberikan kesempatan
kepada anak untuk merespon proses pembelajaran.
i.
Guru memberi kesempatan
berpikir setelah memberi pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Annisah, 2009.
Metode Pembelajaran, Metro. STAIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar